Penelitianini membahas tentang Nilai-nilai Sosial Dalam Budaya Maulidan Suku Sasak Bayan Desa Karang Bajo Kecamatan Bayan kabupaten Lombok Utara Tahun 2017 dimana yang menjadi tujuan penelitian
Dilansirdari Encyclopedia Britannica, pancasila sebagai ideology terbuka mengandung nilai-nilai yang berpengaruh dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. perwujudan nilai-nilai pancasila dalam bidang sosial -budaya adalah bangsa indonesia menerima budaya asing yang sesuai dengan nilai-nilai pancasila.
Seperti budaya " ngaben" yang dilakukan oleh masyarakat Bali. Yaitu upacara pembakaran mayat yang diselenggarakan dalam suasana yang meriah dan gegap gempita, dan secara besar-besaran. Ini dilakukan sebagai bentuk penyempurnaan bagi orang yang meninggal supaya kembali kepada penciptanya. Upacara semacam ini membutuhkan biaya yang sangat besar.
TrikInternet Gratis 3 Modem Terbaru - Trik Internet Gratis 3 Modem Terbaru + Squid CCPB diobral diobral siapa yang mau Trik Internet Gratis 3 Modem !.Pada saat tarif langganan 3 data masih berlaku Rp.25.000,00/30 hari (quota 500Mb) sih ane masih tetep setia ketik MAU spasi 500Mb, namun semenjak tarifnya naik menjadi Rp.35.000,00/30 hari (quota masih tetep 500Mb) ane mulai blogwalking
Telahkita ketahui Indonesia memiliki banyak sekali budaya dan adat istiadat yang juga berhubungan dengan masyarakat dan agama. Dari berbagai budaya yang ada di Indonesia dapat dikaitkan hubungannya dengan agama dan masyarakat dalam melestraikan budaya.Sebagai contoh budaya Ngaben yang merupakan upacara kematian bagi umat hindu Bali yang sampai sekarang masih terjaga kelestariannya.
Indonesiasendiri memiliki 12 budaya yang masuk dalam daftar dari UNESCO tersebut. Daftar tersebut terdiri dari tarian hingga alat musik tradisional khas Indonesia. Angklung adalah alat musik tradisional yang berasal dari Jawa Barat. Alat musik ini terbuat dari bambu dan dimainkan dengan cara digoyang-goyangkan hingga menghasilkan nada yang
74TgLyt. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Umat Hindu Bali menggunakan ritual untuk merayakan hari raya. Masyarakat Bali memiliki banyak jenis ritual dan upacara keagamaan untuk menyambut hari raya. Berbagai ritual keagamaan yang dilakukan berdasarkan ajaran agama Hindu disebut Panca Yadnya. Panca Yadnya terdiri dari dua kata, yaitu Panca yang berarti lima dan Yadnya yang berarti pengorbanan suci atau sesajen yang mulia dalam rangka pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa Tuhan Yang Maha Esa. Berdasarkan etimologi istilah "yadnya" dalam bahasa Sansekerta, yadnya memiliki arti memuja. Yadnya dapat diartikan sebagai pemujaan, persembahan, atau pengorbanan suci, material maupun non material, berdasarkan hati yang tulus, suci, dan murni demi tujuan yang mulia dan mulia. Panca Yadnya terdiri dari Dewa Yadnya, Rsi Yadnya, Pitra Yadnya, Manusa Yadnya, dan Bhuta Yadnya. Pitra Yadnya adalah pemujaan atau persembahan yang suci dan tulus kepada leluhur. Ibu, ayah, kakek, nenek, dan nenek buyut adalah nenek moyang yang dimaksud. Seorang ibu dan ayah ada karena kakek dan nenek mereka. Keberadaan kami merupakan pengabdian dari leluhur, sehingga umat Hindu merasa memiliki hutang kepada leluhur yang harus dibayar dengan melaksanakan upacara pitra yadnya. Pitra Yadnya merupakan perwujudan penghormatan umat Hindu terhadap leluhur dengan berusaha membebaskan diri dari ikatan fisik, ikatan duniawi, dan meningkatkan kesucian diri agar jiwa bisa mendapatkan tempat yang lebih baik di akhirat atau mencapai surga. Tujuan dari upacara pitra yadnya adalah untuk memberikan sesajen yang tulus kepada leluhur, untuk menyelamatkan orang tua atau arwah leluhur, untuk melebur jasad atau raga menjadi unsur alam yaitu Panca Maha Bhuta, dan untuk menyucikan arwah orang tua yang telah meninggal. sehingga mereka bisa menjadi Bade dalam Struktur Upacara NgabenPenerapan filosofi dalam masyarakat Bali diwujudkan dalam bentuk upacara-upacara di pura. Ngaben, atau upacara kematian, merupakan ritus atau upacara ritual penting dalam siklus kehidupan umat Hindu Bali. Ngaben adalah salah satu bentuk pengabdian kepada leluhur, dan orang Bali memiliki rasa hormat agama kepada orang tua. Sebagai bagian dari kekerabatan besar Austronesia, Bali dalam budayanya tentu saja memuja leluhur. Orang Bali tidak hanya dihormati karena hutang budi dan warisan budayanya, tetapi mereka juga percaya bahwa keberuntungan dalam nasib kehidupan sehari-hari sebagian karena arwah nenek moyang mereka, yang diyakini dekat dengan langit. Para leluhur juga diyakini sebagai pihak yang telah berjasa dalam memediasi kekuatan magis dan pemberian keajaiban hidup sebagai modal untuk kesejahteraan kerabat mereka. 1 2 3 Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
- Ngaben adalah upacara pembakaran jenzah atau proses kremasi yang dilakukan oleh umat Hindu di Suka Arjwa menjelaskan dalam bukunya berjudul Ngaben di Krematorium Fenomena Perubahan Sosial di Bali bahwa Ngaben dalam beberapa literatur, merupakan upacara simbolis yang bertujuan untuk melebur manusia, jasad kasar manusia yang disebut dengan Panca Maha Butha Alit, menuju alam semesta, atau yang disebut dengan Panca Maha Butha ngaben inilah, dalam pandangan kepercayaan masyarakat Hindu di Bali umumnya, jazad manusia tersebut mampu lebur kembali menuju makrokosmos, atau alam semesta Panca Maha Bhuta Agung tersebut.Lebih lanjut, Sang Ayu Made Rasmini dalam bukunya bertajuk Ngaben Recadana Ngaben dengan Bea Alit di Desa Bestala memaparkan bahwa Ngaben adalah upacara Pitra Yadnya yang merupakan bagian dari lima jenis yadnya atau Panca Yadnya dalam Agama Hindu, yang terdiri dari Dewa Yadnya, Pitra Yadnya, Rsi Yadnya, Manusa Yadnya, dan Bhuta Yadnya terdiri atas dua kata yaitu pitra dan yadnya yang secarah harfiah memiliki arti orang tua atau ayah dan ibu, dengan pengertian lebih luas disebut dengan luluhur. Sementara yadnya artinya pengorbanan yang tulus ikhlas dan bisa disimpulkan bhawa Pitra Yadnya berarti pengorbanan yang dilandasi dengan hati yang tulus ikhals kepada orang tua atau dilakukan untuk menyempurnakan kematian. Menurut Achmad Firdaus Saudi dalam jurnalnya yang berjudul Makna Upacara Ngaben bagi Masyarakat Hindu di Surabaya, dalam kepercayaan Hindu, Ngaben adalah proses untuk mempercepat pengembalian unsur-unsur Panca Maha Bhuta ke orang meninggal, maka jiwa atma dan pikiran manusia suksma sarira akan meninggalkan badan. Namun, suksma sarira akan sulit meninggalkan tubuh manusia yang sudah tidak berfungsi dan itu merupakan penderitaan terhadap upacara Ngaben di Bali, jenazah akan diberikan menara pengusung jenazah yang tinggi dan megahnya sesuai dengan status sosialnya. Lalu jenazah akan diiring ke tempat pemakaman untuk dibakar agara atma, sehingga suksma sarira-nya dapat terbebas. Jenis-Jenis Upacara Ngaben Umat Hindu mengarak peti berbentuk lembu untuk tempat pembakaran jenazah Raja Pemecutan XI Anak Agung Ngurah Manik Parasara saat upacara ngaben di Denpasar, Bali, Jumat 21/1/2022. Upacara ngaben Raja Pemecutan XI yang merupakan upacara berskala besar tersebut disaksikan ribuan warga dan wisatawan. ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/ ngaben dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan kondisi jenazah yang akan dilakukan pembakaran. Tiga jenis ngaben tersebut adalah Ngaben Sawa Wedana, Ngaben Asti Wedana, dan Swasta, berikut penjelasannya1. Ngaben Sawa WedanaNgaben Sawa Wedana paling lumrah ditemukan, karena upacara pembakaran dilakukan sesaat setelah jenazah meninggal Ngaben Asti WedanaNgaben Asti Wedana adalah upacara ngaben dimana jenazah orang yang akan diaben, ditanam atau dikubur terlebih dahulu, sebelum kemudian tulang-belulalangnya diangkut lagi untuk Ngaben SwastaNgaben Swasta adalah upacara ngaben yang dilakukan jika jenazah tidak ditemukan. - Pendidikan Kontributor Balqis FallahndaPenulis Balqis FallahndaEditor Yulaika Ramadhani
Pengguna Brainly Pengguna Brainly IPS Sekolah Dasar terjawab Iklan Iklan anastaayu anastaayu Adat istiadat daerah bali 안녕하세요, 한국어로 번역하십시오 Please sama sama , maaf yah kalo salah Makasih Iklan Iklan AALB AALB Kebudayaan Agama/Kepercayaan orang Hindu yg sudah meninggal 안녕하세요,한국 어로 번역하십시오 Please Makasih Iklan Iklan Pertanyaan baru di IPS Tuliskanlah tiga kegiatan ekonomi yang dikelola kelompok Indonesia menggunakan uang untuk ditukarkan dengan buku fungsi uang pada pernyataan tersebut yaitu sebagai a alat ukur B penunjuk harga C nilai tukar … D pembayaran hutang berikut ini salah satu faktor penyebab terjadinya keberagaman budaya di Indonesia yaitu a kondisi alam yang sama B letak wilayah kurang strategis C ge … ografis negara kepulauan d kurang menerima perubahan BUMN adalah perusahaan yang modalnya dimiliki oleh Dani merupakan seorang petani juga di desa Dani membeli HP yang harganya sangat mahal bagi dia benda tersebut termasuk kebutuhan Sebelumnya Berikutnya Iklan
Upacara Ngaben – Grameds pernah mendengar istilah kremasi? Istilah ini mengacu kepada membakar seseorang yang sudah meninggal hingga menjadi abu. Abu dari orang yang sudah meninggal ini biasanya akan dibuang ke laut. Selain itu, ada juga kemungkinan abu diletakkan ke dalam guci kecil dan disimpan oleh orang terdekatnya. Proses kremasi ini dapat dikatakan cukup umum ditemukan di berbagai negara baik itu di Asia, Eropa, Afrika, hingga Amerika. Terdapat berbagai macam alasan di balik seseorang dikremasi, mulai dari alasan keagamaan, alasan kemudahan dalam proses, sampai bahkan alasan estetika. Meskipun begitu, kremasi bukanlah sesuatu yang umum ditemukan pada masyarakat Indonesia. Mayoritas orang-orang di Indonesia lebih memilih mengubur orang yang sudah meninggal ke dalam tanah dibandingkan dengan membakar mayat tersebut sampai menjadi abu. Meskipun begitu, terdapat satu lokasi yang terkenal dengan melakukan kremasi, sampai-sampai mereka mengadakan upacaranya tersendiri untuk melakukan proses tersebut. Lokasi ini adalah Pulau Bali, dan upacara yang mereka lakukan bernama Upacara Ngaben. Mengenal Upacara NgabenJenis Upacara NgabenNgaben Sawa WedanaNgaben Asti WedanaSwastaNgelungahWarak KruronTata Cara Upacara NgabenNgulapinNyiramin atau NgemandusinNgajum KajangNgaskaraMamerasPapegatanPakiriman NgutangNgesengNganyudMangelud atau MangorasUpacara Adat Pulau Bali LainnyaHari Raya GalunganHari Raya SaraswatiUpacara MelastiBuku Terkait Tarian DaerahMateri Terkait Tarian DaerahBuku Terkait Tarian DaerahMateri Terkait Tarian DaerahBuku TerkaitMateri Terkait Pakaian Adat Mengenal Upacara Ngaben Sumber Upacara Ngaben mungkin sudah menjadi istilah yang tidak asing bagi Grameds. Banyak masyarakat yang tidak berasal dari Pulau Bali tetapi mengetahui keberadaan Upacara Ngaben karena terbilang unik dan tidak lumrah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Topik ini juga masuk ke dalam materi pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial IPS saat bersekolah. Meskipun begitu, masih banyak orang menganggap bahwa Upacara Ngaben merupakan proses kremasi orang meninggal yang dilakukan secara besar-besaran. Namun, kenyataannya jauh dari pemikiran seperti itu. Upacara Ngaben lebih dari sekadar membakar mayat saja. Pada dasarnya, Upacara Ngaben merupakan ritual yang dipercaya oleh masyarakat Pulau Dewata untuk mengembalikan roh orang yang sudah meninggal kembali ke alam asalnya dengan lebih cepat dibandingkan dengan penguburan biasa lewat tanah. Berdasarkan etimologi, kata “ngaben” sendiri konon berasal dari kata “ngabu” yang bisa diartikan sebagai “menjadi abu”. Hal ini tentunya sesuai dengan prinsip dasar Upacara Ngaben, di mana mayat seseorang akan dibakar sampai tidak tersisa apapun dari badannya dan akan menjadi abu. Masyarakat Pulau Bali, yang mayoritas merupakan umat Hindu, punya kepercayaan bahwa terdapat 5 komponen untuk membentuk badan manusia. 5 komponen ini disebut juga dengan istilah “Panca Maha Bhuta” atau dalam istilah modern lebih dikenal dengan sebutan “elemen klasik”. Kelima komponen Panca Maha Bhuta ini adalah pertiwi atau zat padat, apah atau zat cair, teja atau zat panas, bayu atau angin, dan akasa atau ruang hampa. Kelima komponen tersebut jika menjadi satu akan membentuk tubuh manusia yang nantinya akan diisi oleh sebuah roh atau disebut dengan istilah “Atma” dalam kepercayaan Hindu. Ketika seseorang meninggal, Atma yang dimiliki seseorang masih akan tersimpan di dalam tubuh seseorang. Upacara Ngaben ini diadakan oleh masyarakat dengan tujuan untuk membebaskan Atma yang belum bisa keluar dari tubuh mereka, agar bisa kembali ke Yang Maha Kuasa. Setelah itu, Atma yang telah berpulang ke Yang Maha Kuasa, dipercaya oleh umat Hindu akan bereinkarnasi suatu saat nanti. Tidak sedikit anggota keluarga atau kerabat orang yang sudah meninggal ini berharap bahwa mereka bisa bertemu kembali dengan sosok ini di kehidupan berikutnya. Kepercayaan Agama Hindu memang banyak mengajarkan banyak hal terkait kehidupan dan spiritualisme bagi penganutnya. Tidak ada salahnya jika orang-orang dengan latar belakang agama berbeda ingin mempelajari kepercayaan Agama Hindu, karena agama ini memang banyak mengajarkan hal baik. Buku “Dari Siwaisme Jawa ke Agama Hindu Bali” bisa menjadi bahan bacaan bagi Grameds yang tertarik dengan topik ini. Dan perlu diketahui juga bahwa Upacara Ngaben sendiri memiliki beberapa jenis berbeda. Perbedaan ini dilandasi dari beberapa hal, mulai dari usia orang yang meninggal atau situasi orang yang sudah meninggal. Perbedaan-perbedaan ini nantinya akan mempengaruhi tata cara Upacara Ngaben. Setidaknya, ada 5 jenis Upacara Ngaben yang bisa Grameds pelajari. Pada sesi singkat ini, kita akan membahas apa saja 5 Upacara Ngaben yang biasa dilakukan oleh masyarakat Pulau Dewata, serta kapan mereka akan melaksanakan upacara jenis ini. Ngaben Sawa Wedana Istilah Upacara Ngaben yang pertama mungkin menjadi istilah paling umum dibandingkan dengan istilah lainnya. Ini dikarenakan Ngaben Sawa Wedana merupakan jenis Upacara Ngaben di mana seseorang yang nantinya akan dikremasi masih memiliki tubuh fisik. Sampai Upacara Ngaben dimulai, tubuh jenazah akan diusahakan agar tidak membusuk. Ngaben Asti Wedana Berbeda dengan Ngaben Sawa Wedana sebelumnya, Ngaben Asti Wedana merupakan jenis Upacara Ngaben yang dilakukan setelah jenazah dikubur. Biasanya, jenazah yang akan dikremasi hanya berupa tulang-belulang yang tersisa pasca digali dari makam dia berada. Swasta Swasta artinya Upacara Ngaben yang dilakukan tanpa ada adanya jenazah untuk dikremasi. Hal ini tidak jarang terjadi, mengingat ada sejumlah peristiwa di mana jenazah bisa menghilang atau tidak ditemukan seperti adanya kecelakaan pesawat atau peristiwa terorisme. Jenazah ini nantinya akan diganti berupa lukisan atau foto jenazah dengan kayu cendana replika jenazah. Ngelungah Ngelungah merupakan jenis Upacara Ngaben pertama yang didasarkan oleh kategori usia seseorang. Pada Ngelungah, Upacara Ngaben berarti diadakan untuk anak-anak yang belum tanggal gigi atau berganti gigi susu. Dengan ini, bisa disimpulkan bahwa jenazah anak yang akan dikremasi biasanya berkisar usia 5-6 tahun. Warak Kruron Jenis Upacara Ngaben terakhir yang akan kita bahas adalah Warak Kruron. Jika Ngelungah di atas akan mengkremasi anak-anak berusia sekitar 5-6 tahun, Warak Kruron akan mengkremasi anak-anak yang masih berusia 3-12 bulan, atau masuk ke dalam kategori bayi. Tata Cara Upacara Ngaben Perlu Grameds ketahui bahwa Upacara Ngaben memakan persiapan yang tidak sedikit dan waktu yang cukup panjang. Orang-orang yang ingin melakukan Upacara Ngaben untuk orang terdekat mereka harus mempersiapkan berbagai macam hal untuk keperluan ritual ini. Selain itu, biaya dari Upacara Ngaben juga tidak bisa dikatakan murah, sehingga hanya beberapa golongan masyarakat saja yang bisa mengadakan ritual ini. Namuni, tentunya banyak umat Hindu di Bali yang ingin mengupayakan untuk melakukan Upacara Ngaben terlepas dari biayanya. Agar Grameds bisa mengetahui alasan di balik panjangnya Upacara Ngaben, kita akan mempelajari bersama-sama terkait prosedur dan tata cara Upacara Ngaben. Setidaknya, ada 10 langkah atau prosedur yang Grameds perlu ketahui mengenai Upacara Ngaben. 10 rangkaian Upacara Ngaben ini yaitu Ngulapin, Nyiramin atau Ngemandusin, Ngajum Kajang, Ngaskara, Mameras, Papegatan, Pakiriman Ngutang, Ngeseng, Nganyud, dan terakhir Mangelud atau Mangoras. Penjelasan lebih detail akan ada dipaparkan di bawah sebagai berikut. Ngulapin Ngulapin merupakan langkah awal dalam tata cara Upacara Ngaben, di mana seseorang memanggil Sang Atma atau roh dari jenazah yang sudah meninggal. Ngulapin bisa dilakukan di berbagai macam lokasi sesuai dengan kebutuhan, dan memiliki prosedur berbeda sesuai dengan tradisi dan kepercayaan keluarga. Nyiramin atau Ngemandusin Selanjutnya, jenazah akan dimandikan disertai dengan berbagai simbolisme seperti bunga melati di rongga hidung, pecahan kaca di atas alis dan sebagainya. Proses ini dinamakan sebagai nyiramin atau ngemandusin dan bertujuan agar reinkarnasi dari jenazah bisa lahir dengan kondisi tubuh baik tanpa adanya kecacatan. Ngajum Kajang Pada prosedur ini, akan ada sebuah kertas putih, atau disebut juga dengan istilah “kajang”, yang akan ditulis oleh aksara-aksara hindu. Keluarga dan kerabat dari orang yang meninggal ini nantinya akan menekan kertas atau kajang ini sebanyak 3 kali, menunjukan bahwa mereka siap melepas kepergian jenazah. Ngaskara Ngaskara memiliki arti sebagai “penyucian roh”. Maksudnya, roh dari orang yang sudah meninggal ini akan disucikan sesuai dengan kepercayaan dari masing-masing penyelenggara Upacara Ngaben. Ngaskara dilakukan agar nantinya roh atau Atma bisa kembali kepada Yang Maha Esa dan suatu saat bisa dipertemukan lagi dengan keluarga dan kerabatnya. Mameras Prosedur mameras hanya akan dilaksanakan jika orang yang meninggal sudah memiliki cucu. Mameras sendiri berasal dari kata “peras” yang dalam kepercayaan sana dapat diartikan sebagai “sukses”, “berhasil”, atau “selesai”. Cucu dari orang yang meninggal diharapkan bisa menuntun orang ini ke jalan yang benar. Papegatan Papegatan memiliki kata dasar pegat, yang artinya “putus”. Dalam prosedur papegatan, tandanya keluarga dan kerabat sudah mengikhlaskan kepergian dari orang yang meninggal ini. Papegatan biasanya disertai dengan sarana sesaji sebagai katalisnya, dan bertujuan agar keluarga dan kerabat tidak menghalangi roh untuk kembali ke Yang Maha Esa karena ketidak ikhlasan mereka dalam melepas jenazah. Pakiriman Ngutang Setelah Papegatan, proses selanjutnya bernama Pakiriman Ngutang, yaitu pengiriman jenazah ke makam. Prosedur ini akan dilakukan dengan cukup meriah, di mana jenazah akan dibawa di dalam keranda dan diiringi musik gamelan khas Bali. Keranda juga akan diputar-putar sebanyak 3 kali di sejumlah lokasi sebagai simbol perpisahan. Ngeseng Setelah seluruh prosedur di atas dilakukan, tiba saatnya bagi anggota keluarga dan kerabat untuk melakukan ngeseng, yaitu membakar jenazah dari orang yang sudah meninggal. Ngeseng sendiri dipimpin oleh pemuka agama atau pendeta, dan nantinya abu serta tulang yang tersisa dari orang ini dikumpulkan, digilas, dan dimasukkan ke dalam buah kelapa. Nganyud Nganyud adalah istilah yang digunakan di mana anggota keluarga dan kerabat dari orang yang sudah meninggal akan menghanyutkan abu jenazah ke laut atau sungai. Nganyud dilakukan dengan tujuan agar kotoran atau ketidaksucian dari jenazah bisa “hanyut” atau hilang dari dunia ini, dan pergi ke alam lain. Mangelud atau Mangoras Biasanya, 12 hari pasca meninggalnya seseorang, akan dilakukan prosedur bernama mangelud atau mangoras, di mana keluarga akan menyucikan serta membersihkan lingkungan rumah mereka yang bisa saja masih dipenuhi kesedihan dan rasa duka setelah meninggalnya anggota keluarga. Upacara Adat Pulau Bali Lainnya Tidak dapat dipungkiri bahwa Upacara Ngaben merupakan upacara adat yang paling terkenal dari Pulau Dewata. Seperti yang tadi sudah dibahas, keunikan dari Upacara Ngaben ini menarik perhatian banyak orang sehingga mereka ingin mempelajari upacara adat ini lebih lanjut. Meskipun begitu, Pulau Bali bukanlah pulau yang terbatas hanya memiliki satu upacara adat saja. Selain Upacara Ngaben, masih banyak lagi berbagai jenis upacara adat lainnya yang masyarakat Pulau Bali lakukan ketika mereka menemukan adanya peristiwa khusus. Sebagai sesi penutup, kita akan membahas beberapa upacara adat lain yang Grameds bisa ditemukan di Pulau Bali. Akan dijelaskan makna dari upacara adat ini serta kapan upacara adat ini akan dilaksanakan. Simak pembahasan berikut ini. Hari Raya Galungan Sumber Google Meskipun dinamakan sebagai hari raya alih-alih upacara, Hari Raya Galungan dapat dikategorikan sebagai salah satu upacara adat yang biasanya dilakukan setiap 210 hari atau sekitar 6-7 bulan, untuk merayakan kemenangan “Dharma” atau “kebenaran” melawan “Adharma” atau “kejahatan”. Terdapat beberapa prosedur yang dilakukan masyarakat Pulau Bali ketika sedang merayakan Hari Raya Galungan, mulai dari menyebarkan sesajen, pembersihan diri, sampai melakukan nyepi alias tidak melakukan apa-apa. Puncaknya adalah ketika masyarakat Pulau Bali kembali ke kampung halamannya untuk bersembahyang di sana. Makna dari Hari Raya Galungan adalah mempersatukan kekuatan rohani supaya bisa memperoleh suatu pikiran dan juga pendirian yang terang. Dengan bersatunya rohani dan pikiran yang terang merupakan wujud dharma dalam diri. Hari Raya Saraswati Sumber Google Selain Hari Raya Galungan di atas, masyarakat Pulau Dewata juga merayakan hari raya lain bernama Hari Raya Saraswati, di mana mereka merayakan hari turunnya ilmu pengetahuan oleh Dewi Saraswati, yang merupakan Dewi Ilmu Pengetahuan dan Kesenian. Hari Raya Saraswati juga dirayakan setiap 6-7 bulan sekali layaknya Hari Raya Galungan. Terdapat beberapa ritual dan upacara adat yang dilakukan sebagai simbol ucapan terima kasih karena telah diturunkannya ilmu pengetahuan dan kesenian ke dalam hidup manusia. Ada juga prosedur yang wajib diikuti oleh masyarakat setempat agar tidak mendapat sanksi atau karma. Makna dari Hari Raya Saraswati ini adalah bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan memfokuskan diri pada aspek Dewi Saraswati atas karunia ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada kita semua. Dengan begitu, akan terbebas dari kebodohan dan supaya diberi bimbingan untuk menuju kedamaian yang abadi dan juga pencerahan yang sempurna. Upacara Melasti Sumber Wikipedia Grameds pasti sudah tahu yang namanya Hari Raya Nyepi. Tetapi, sebelum Hari Raya Nyepi ini berlangsung, terdapat sebuah upacara yang bertujuan untuk menyambut hari raya tahunan ini. Dan nama dari upacara ini adalah Upacara Melasti. Upacara Melasti biasanya dilakukan di tepi pantai, dan bertujuan untuk mensucikan diri sebelum Hari Raya Nyepi tiba. Umat Hindu di Pulau Bali biasanya akan bersembahyang, membersihkan Pura di sekitar sana, serta mensucikan desa atau tempat mereka tinggal menggunakan air, yang merupakan simbol dari pembersihan dan kesucian. Setelah membaca sejauh ini, Grameds mungkin sudah bisa menyimpulkan bahwa Pulau Bali merupakan pulau yang kaya akan sejarah, adat dan kebudayaan. Selain upacara adat di atas, masih banyak lagi upacara adat lain dan bentuk kebudayaan lain yang ada di Pulau Dewata. Wajar saja jika kalian banyak menemukan wisatawan baik itu wisatawan asing maupun wisatawan lokal yang berkunjung ke Pulau Bali. Selain untuk berlibur dan menikmati alam sekitar, mereka juga pastinya ingin mempelajari adat dan budaya pulau ini. Grameds juga bisa mempelajari topik tersebut tanpa harus berkunjung langsung ke Pulau Bali dengan membaca buku “Kebalian Konstruksi Dialogis Identitas Bali”. Jika Grameds tertarik mencari buku-buku atau artikel bertemakan kebudayaan Indonesia lainnya, kalian bisa kunjungi situs Gramedia, SahabatTanpaBatas, di Kami tidak pernah bosan mengingatkan kalian untuk selalu membudayakan membaca, karena kalian bisa mendapatkan ilmu dan informasi LebihDenganMembaca. Jadi, selamat membaca dan menggali informasi lain, Grameds! Penulis M. Adrianto S. Baca juga ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah." Custom log Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda Tersedia dalam platform Android dan IOS Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis Laporan statistik lengkap Aplikasi aman, praktis, dan efisien
Tradisi Ngaben merupakan upacara adat prosesi pembakaran jenzah yang dilakukan umat hindu, khususnya di Bali. Upacara Ngaben juga dikenal sebagai Pitra Yadyna, Pelebon, atau upacara kremasi. Tradisi Ngaben bertujuan untuk melepaskan jiwa orang yang sudah meninggal dunia agar dapat memasuki alam atas di mana ia dapat menunggu untuk dilahirkan kembali atau reinkarnasi. Masyarakat adat Bali percaya, Tradisi ngaben juga dapat menyucikan roh anggota keluarga yang sudah meninggal dunia menuju ke tempat peristirahatan terakhir. Tradisi Ngaben menjadi upacara yang sakral sekaligus semarak, tidak hanya bagi masyarakat Bali, namun juga para wisatawan. Menurut Tim Analisa Tempo dalam buku "Mengenal Lebih Jauh Ngaben Tradisi Pembakaran Jenazah di Bali", Ngaben berasal dari kata 'beya' yang berarti bekal. Ada juga yang mengatakan Ngaben berasal dari kata 'ngabu', yang berarti menjadi abu. Konsep dan Proses Tradisi Ngaben Menurut keyakinan umat Hindu di Bali, manusia terdiri dari badan kasar, badan halus, dan karma. Badan kasar manusia dibentuk dari 5 unsur yang disebut Panca Maha Bhuta yaitu pertiwi zat padat, apah zat cair, teja zat panas, bayu angin, dan akasa ruang hampa. Kelima unsur ini menyatu membentuk fisik manusia dan digerakkan oleh atma roh. Ketika manusia meninggal, yang mati hanya badan kasarnya saja, sedangkan atma nya tidak. Bagi masyarakat Bali, Ngaben merupakan peristiwa yang sangat penting, karena dengan melangsungkan tradisi ini, keluarga dapat membebaskan arwah orang yang telah meninggal dari ikatan-ikatan duniawi menuju surga dan menunggu reinkarnasi. Dengan membakar jenazah maupun simbolisnya kemudian menghanyutkan abu ke sungai, atau laut memiliki makna untuk melepaskan Sang Atma roh dari belenggu keduniawian sehingga dapat dengan mudah bersatu dengan Tuhan Mokshatam Atmanam. Membakar jenazah juga merupakan suatu rangkaian tradisi Ngaben untuk mengembalikan segala unsur Panca Maha Bhuta 5 unsur pembangun badan kasar manusia kepada asalnya masing-masing agar tidak menghalangi perjalan Atma ke Sunia Loka. Bagi pihak keluarga, tradisi Ngaben ini merupakan simbol, bahwa pihak keluarga telah ikhlas, dan merelakan kepergian yang bersangkutan. Jika Ngaben ditunda terlalu lama, rohnya akan gentayangan dan menjadi bhuta cuwil. Demikian pula bila yang orang meninggal dunia dikubur di tanah tanpa upacara yang patut. Hal itu disebabkan, karena roh-roh tersebut belum melepaskan keterikatannya dengan alam manusia. Maka, perlu diadakan upacara tradisi Ngaben Bhuta Cuwil. Tradisi Ngaben termasuk upacara mahal. Mereka yang memiliki cukup dana harus segera melaksanakannya. Jika yang meninggal dunia seorang pendeta, maka Ngaben harus segera dilakukan, dan tidak boleh menyentuh tanah. Proses upacara Ngaben berlangsung cukup panjang. Dimulai dengan Ngulapin, yaitu pihak keluarga melakukan ritual permohonan izin dan restu kepada Dewi Surga yang merupakan sakti dari Dewa Siwa. Ngulapin dilakukan di Pura Dalem. Setelah itu, dilakukan upacara Meseh Lawang yang bertujuan untuk memulihkan cacat atau kerusakan jenazah yang dilakukan secara simbolis. Upacara Meseh Lawang ini dilakukan di catus pata atau di bibir kuburan. Berikutnya adalah upacara Mesiram atau Mabersih, yaitu memandikan jenazah yang terkadang hanya berupa tulang belulang, dilakukan di rumah duka atau kuburan. Tahap pertama, adalah upacara Ngaskara, yaitu upacara penyucian jiwa tahap awal. Dilanjutkan dengan Nerpana yaitu upacara persembahan sesajen ata bebanten kepada jiwa yang telah meninggal. Puncak dari prosesi Ngaben adalah Ngeseng Sawa, yaitu pembakaran jenazah yang dilakukan di setra atau kuburan. Jenazah yang akan dibakar diletakkan di dalam sebuah replika lembu yang disebut Petulangan. Petulangan adalah tempat membakar jenazah yang berfungsi sebagai pengantar roh kea lam roh sesuai dengan hasil perbuatannya di dunia. Usai jasad dibakar, dilakukan upacara Nuduk Galih, di mana keluarga mengumpulkan sisa-sisa tulang abu jenazah setelah pembakaran. Prosesi terakhir adalah Nganyut, yaitu menghanyutkan abu jenazah ke laut, sebagai simbolis pengembalian unsur air dan bersatunya kembali sang jiwa dengan alam. Dalam tradisi Ngaben, seluruh penghuni banjar setingkat rukun warga harus membantu dalam persiapan. Banyak persembahan yang disiapkan dan berbagai keperluan arak-arakan yang dibuat. Dua hal penting yang harus dibuat adalah badé dan patulangan. Badé ialah menara mirip pagoda dengan jumlah ganjil untuk mengusung jenazah. Patulangan merupakan sarkofagus dengan bentuk hewan atau makhluk mitologi tempat jenazah nantinya dikremasi. Badé dan patulangan memiliki ukuran dan bentuk beragam yang menunjukan status sosial almarhum. Bahkan sejak 2000-an muncul fenomena badé beroda. Yakni badé yang dipasangi roda agar bisa didorong. Badé beroda memungkinkan prosesi ngaben menjadi lebih sederhana tanpa perlu banyak tenaga dan kelengkapan lain yang menelan banyak biaya. Jenis Tradisi Ngaben Tradisi Ngaben di Bali ternyata bukan hanya dilakukan dengan membakar jenazah. Ada juga upacara mengubur jenazah yang dikenal dengan istilah ngaben beya tanem. Tradisi ini dilakukan turun-temurun oleh masyarakat Bali yang tinggal di daerah pegunungan. Upacara ini tak lepas dari unsur-unsur upacara pada zaman prasejarah hingga masa Bali Kuno sebelum masuknya pengaruh agama Hindu dari Majapahit. Dalam pelaksanaan tradisi Ngaben ada berbagai jenis tata cara yang dilakukan, tergantung pada kemampuan keluarga mendiang. Tata cara pelasanaan Tradisi Ngaben juga meyesuaikan kebijakan adat secara turun temurun. Ada beberapa jenis upacara Tradisi Ngaben sebagai berikut 1. Tradisi Ngaben Sawa Wedana Tradisi Ngaben Sawa Wedana dilaksanakan saat kondisi jenazah masih utuh, atau tidak dikubur terlebih dahulu. Tradisi Ngaben ini dilaksanakan antara 3-7 hari setelah meninggal. 2. Tradisi Ngaben Asti Wedana Asti Wedana adalah upacara Ngaben yang melibatkan kerangka jenazah yang pernah dikubur. Upacara ini juga diikuti dengan upacara Ngagah, yaitu upacara menggali kembali kuburan dari orang yang bersangkutan untuk kemudian mengupacarai tulang belulang yang tersisa. Prosesi ini dilakukan sesuai tradisi dan aturan desa setempat. 3. Tradisi Ngaben Swasta Swasta adalah upacara Ngaben tanpa memperlihatkan jenazah maupun kerangka mayat. Hal ini biasanya dilakukan karena beberapa hal, seperti meninggal di luar negeri atau tempat jauh, jenazah tidak ditemukan, dan sebagainya. Pada upacara ini, jasad biasanya disimbolkan dengan kayu cendana yang dilukis dan diisi aksara magis sebagai badan kasar dari atma orang yang bersangkutan. 4. Tradisi Ngaben Ngelungah dan Warak Kruron Ngelungah adalah upacara untuk anak yang belum tanggal gigi. Sedangkan Warak Kruron merupakan upacara yang dilakukan untuk bayi. Biasanya, upacara ini dilakukan secara massal untuk meringankan biaya tanpa mengurangi makna upacara.
ngaben adalah perwujudan budaya yang masuk dalam kelompok